Bekasikinian.com, Jakarta — Usulan i, Luhut Binsar Pandjaitan, agar revisi UU TNI memuat penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil di kementerian/lembaga ditolak Centra Initiative.
“Ini kemunduran demokrasi dan melemahkan profesionalisme militer,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf dalam siaran pers Jumat (12/8/2022).
Menurutnya, posisi TNI aktif dalam jabatan sipil adalah bentuk pengingkaran agenda reformasi. Upaya melibatkan kembali TNI ke urusan sipil akan mengembalikan dwifungsi ABRI kembali, seperti di masa Orde Baru.
Baca juga:
Utang Indonesia Capai Rp7.000 Triliun, Luhut: Masih Kecil Dibandingkan dengan Negara Maju
“Mencabut doktirn dwifungsi ABRI adalah salah satu agenda penting dari agenda reformasi 1998. Jika agenda itu terus dilakukan pemerintah, maka hal itu menunjukan kegagalan pemerintah dalam melanjutkan amanat reformasi,” ucap Al Araf.
Dalam UU TNI nomer 34 tahun 2004 yang berlaku saat ini, militer aktif hanya dapat menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional (Pasal 47 ayat 2 UU TNI).
Al Araf mengungkapkan agenda untuk memperluas penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil melalui revisi UU TNI merupakan siasat untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara.
Sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN tercatat Ombudsman RI. Bahkan, belakangan ini, salah satu daerah seperti Kabupaten Seram Bagian Barat, sudah ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah. (mm)
Baca juga: