Bekasikinian.com, Jakarta - menikah di KUA kini menjadi pilihan karena simple dan tidak memakan banyak biaya. Bahkan jika kamu hanya menggelar acara nikah di KUA alias akad saja, tidak dipungut biaya alias gratis jika dilakukan di jam kerja yaitu hari Senin - Jumat.
Syarat Nikah di KUA tahun 2023, berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI No 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan. Pencatatan Pernikahan adalah kegiatan administrasi pernikahan yang dilakukan oleh kepala KUA.
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional. Dibina oleh kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten atau kota.
Baca Juga: Kasus Hamil Diluar Nikah Meningkat, MUI Minta Pemerintah Perkuat UU Pornografi
Yang perlu kamu ingat saat ingin nikah di KUA, syaratnya adalah melakukan pendaftaran paling lambat 10 hari kerja sebelum dilaksanakan pernikahan. Saat melakukan pendaftaran, calon pengantin diminta mengisi formulir permohonan dan melampirkan beberapa data secara tertulis.
Berikut syarat nikah 2023 di KUA sesuai dengan Peraturan Menteri Agama RI No 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan:
a. Surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal calon pengantin;
b. Foto kopi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran yang dikeluarkan oleh desa/kelurahan setempat;
c. Foto kopi kartu tanda penduduk/resi surat keterangan telah melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik bagi yang sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah pernah melangsungkan nikah;
Baca Juga: Viral Beli Bensin Pakai Kartu ATM Kena Biaya Rp 5.000, Pertamina Minta Maaf
d. Foto kopi kartu keluarga;
e. Surat rekomendasi nikah dari KUA Kecamatan setempat bagi calon pengantin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya;
f. Persetujuan kedua calon pengantin;
g. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon pengantin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
h. Izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali sebagaimana dimaksud dalam huruf g meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya;