Oleh Bachtiar Natsir
Bekasikinian.com - Memang ketika menyambut bulan suci Ramadhan ini kita selalu diingatkan akan keutamaan bulan ini dan keutamaan berpuasa di dalamnya. Hal itu agar kita gembira dan semangat menyambut bulan suci ini. Serta mempersiapkan segala persiapan untuk mempergunakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa kesempatan kembali bertemu Ramadhan, dengan sebaik-baiknya agar nilai ibadah kita lebih baik dari Ramadhan sebelumnya.
Tetapi, tentunya kita tidak boleh sembarangan menyebutkan segala keutamaan itu padahal itu berdasarkan hadits dhaif apalagi hadits maudhu’ (palsu) yang tidak pernah diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karena ada ancaman yang sangat keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bagi yang meyampaikan sesuatu ucapan dan mengatakan itu adalah perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal beliau tidak pernah mengatakan itu. Dalam satu hadits yang mutawatir, beliau menegaskan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Abdullah bin ‘Amru meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat, dan ceritakanlah cerita-cerita dari Bani Israil dan tidak ada dosa. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (Riwayat Bukhari).
Dan hadits yang menyebutkan bahwa tidur orang yang berpuasa itu adalah ibadah termasuk ke dalam hadits yang sangat dhaif jiddan (lemah), bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu).
Al-Iraqi ketika mentakhrij hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa hadits ini terdapat dalam kitab Amali karangan Ibnu Mandah dari riwayat Ibnu al-Mughirah al-Qawwas dari Abdullah bin Umar dengan sanad yang lemah.
Kemungkinannya itu adalah dari Abdullah bin ‘Amru karena para ulama hadits tidak menyebutkan bahwa Ibnu al-Mughirah ada meriwayatkan kecuali dari Abdullah bin ‘Amru.
Hadits ini juga terdapat dalam kitab Syu’ab al-Iman karangan Imam al-Baihaqi, dengan redaksi:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى الأَسْلَمِيِّ ، قال : قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ
Dari Abdullah bin Abi Aufa al-Aslami, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidurnya orang yang berpuasa itu adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya diipatgandakan pahalanya, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.” (HR. Al-Baihaqi).
Tapi Imam al-Baihaqi menjelaskan bahwa dalam sanad hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hassan yang merupakan perawi yang lemah, dan dalam riwayat yang lain terdapat Sulaiman bin ‘Amru al-Nakh’i dan ia lebih lemah lagi. Bahkan Al-Iraqi menegaskan bahwa Sulaiman ini adalah seorang pendusta yang memalsukan hadits.
Ibnu Hibban mengatakan bahwa Sulaiman ini adalah orang yang banyak memalsukan hadits dan ia termasuk penganut paham qadariyyah. Yahya bin Ma’in menegaskan bahwa Sulaiman ini adalah seorang pendusta yang banyak memalsukan hadits.